Kementerian BUMN sedianya memastikan praktik GCG diterapkan dengan baik di BUMN. Bila tidak direksi menganggap itu bisnis miliknya sendiri, padahal BUMN diharapkan menjadi lokomotif pembangunan ekonomi bangsa.
WartaPenilai.id—Terungkapnya Harley Davidson naik garuda, semakin membuka borok praktik pengelolaan bisnis burung besi yang tidak mentaati asas Good Corporate Government (GCG). Dimana Ex Direktur Utama Garuda, Ari Askhara memberlakukan perusahaan itu seperti milik sendiri. Itu memang bisa terjadi bila seseorang menjabat Direktur Utama lebih dari 10 tahun, secara emosional mengganggap perusahaan itu milik sendiri, praktik GCG terabaikan.
Belum lagi adanya rekayasa laporan keuangan untuk menutupi kinerjanya yang buruk. Bahkan rekayasa serupa juga marak dilakukan BUMN-BUMN lainnya. Ex Direktur Utama Garuda Ari Askhara sedang mendapati nasib apes saja.
Adji Suratman, mantan Direktur Utama Perusahaan Tbk, mengatakan Ari Askhara sedang apes saja. Dimana oknum Direktur Utama BUMN yang sudah menjadi direksi 10 tahun atau lebih memberlakukan perusahaan seperti itu mengabaikan GCG. Secara emosional karena sudah terlalu lama merasa perusahaan BUMN itu milik sendiri. “GCG yang ada hanya sebagai hiasan belaka, tidak dilaksanakan apalagi Auditor pemeriksa baik intern maupun extern KAP atau BPK tidak pernah memeriksa dari implementasi GCG,” terang Adji Suratman yang menjabat Wakil Ketua Dewan Sertifikasi Akuntan Manajemen, IAMI ini.
Menurut Adji Suratman key performance indicator direksi tidak masuk dalam implementasi GCG. Hal itu, pernah dibuktikan Adji Suratman melalui pidato pengukuhannya sebagai professor akuntansi di than 2015 lalu. Dimana konsep dan implementasi GCG di BUMN membawa pada kesimpulan masih omong kosong. “Konsep GCG ada namun dalam implementasinya belum optimal,” terang Ketua 2 Persatuan Guru Besar Profesor Indonesia ini.
Melihat implementasi GCG di BUMN lemah, Adji Suratman yang juga pembian Komite Anti Koruupsi Indonesia (KAKI) memberikan masukan agar tidak terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme di BUMN. Pertama, jabatan Direksi dan Komisaris dibatasi hanya 10 tahun di BUMN manapun. Sekarang banyak yang menjadi direksi dilingkungan BUMN lebih dari 10 tahun bahkan ada yang 20 tahun. “Akhirnya arogansi yang terjadi seperti yang dilakukan ex Dirut Garuda,” terangnya.
Adji memberikan warning pada lembaga Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) sebagai pemeriksa internal pemerintah melakukan audit khusus, pada direktur utama yang menjabat lebih 10 tahun dilingkungan BUMN. “Saya jamin pasti banyak KKN,” terangnya.
Lalu kedua, Sistem Pengendalian Internal (SPI) di BUMN semakin diperkuat dengan meningkatkan kompetensinya, PKPT dan Laporan Hasil Audit disampaikan ke Komisaris Utama ditembuskan ke BPKP terus dikompilasi oleh BPKP lapor ke Presiden tembusan Menteri BUMN.
Ketiga, kasus BUMN direksinya terkena kasus hukum antara lain Jamsostek, Asabri, Taspen, Jasindo, Askrido, Pertamina, PAL dan lainnya.
Keempat, Menteri BUMN seharsnya membuat peta korupsi di lingkungan BUMN yang modusnya tolong investasi dan dapat kick-back. Pengadaan barang dan jasa dapat belberry cash-back, grativitasi titipan, membuka pos 999 pengaduan KKN di BUMN.
Kelima, Menteri BUMN pertama kali dibentuk memiliki tugas dan peran utama melakukan restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi untuk menjawab tantangan ekonomi masa depan. Adanya hutang pemerintah yang besar saat itu yang banyak dikuatirkan rakyat. “Saya sangat mendukung pembenahan BUMN agar menjadi lokomotif pembangunan ekonomi untuk Indonesia lebih sejahtera,” tegas Adji mantan Ketua Forum Komunikasi SPI BUMN/D ini. (Hari S)